ruwiya ‘an Kyai Bashori Alwi Singosari (pengasuh Pesantren Ilmu Al-Qur’an (PIQ), bahwa suatu saat beliau ingin sekali bertemu dengan Kyai Hamid. Pada waktu itu, seorang Bashori Alwi hanyalah seorang ustadz kecil yang tengah merintis dakwah dan pengajaran ilmu-ilmu al-Qur’an yg didapat dari guru-gurunya. Dengan berbekal perjuangan jihad dan juhudnya tersebut, Kyai Bashori pun akhirnya mampu membeli sepetak tanah seluas kurang lebih 300 m2, di tepi jalan raya Singosari – Malang, dimana beliau menginginkan agar tanah itu bisa dikembangkan untuk pondok pesantren.
Untuk tujuan itulah akhirnya beliau sangat ingin untuk sowan kepada Kyai Hamid. Maka berangkatlah beliau ke ndalem (rumah) Kyai Hamid yang berada di komplek pelataran pondok pesantren Salafiyah Pasuruan.
Seperti diceritakan oleh para santrinya, Kyai Hamid adalah orang yang amat susah ditemui orang umum. Tidak lain demi menghindari ‘syuhroh’ (kemasyhuran) karena sifat tawadllu’ beliau. Seorang tamu pun kadang harus nunggu berjam-jam untuk menemui beliau hingga mendapat panggilan ataupun dipersilahkan masuk oleh Kyai Hamid.
Tapi hal ini tidak berlaku bagi ustadz Bashori Alwi, dimana begitu sampai di pintu gerbang halaman pondok, Kyai Hamid pun langsung menyambutnya dan memanggilnya dari kejauhan. Bahkan Kyai Hamid pun menyambutnya sampai turun ke halaman.
“Syaikh Bashori Alwi.. Syaikh Bashori Alwi.. al-hamdulillah..” ujar Kyai Hamid memanggil beliau.
Mendengan ucapan Kyai Hamid itupun Kyai Bashori yang masih menjadi ustadz itu terperangah dan haru mendengarnya.
“Lawong aku iki isik ustadz cilik-cilikan kok karo Kyai Hamid dipanggil “syekh”..?!” (Saya masih jadi ustadz kecil-kecilan kok dipanggil Syekh oleh Kyai Hamid), kata Kyai Bashori dalam hati.
Akhirnya, tanpa panjang kata Kyai Bashori pun bersalaman dengan Kyai Hamid di depan ndalem beliau (dibawah pohon mangga yang sekarang masih menjadi saksi hidup). Anehnya, belum sempat duduk dan bercerita panjang lebar tentang maksud dan tujuannya, kyai Hamid pun langsung meminta ustadz Bashori untuk mengamini doanya. Tanpa berpikir panjang, beliau pun langsung mengangkat tangan untuk mengamini do’a Kyai Hamid.
Tidak jelas benar apa yang diucapkan Kyai Hamid dalam doa tersebut tapi yang jelas, Kyai Bashori mendengar doa Kyai Hamid itu berbunyi:
“Bil Wus’I, wa an-naf’I, wa al-jamali, wa al-kamal” (semoga mendapatkan keluasan, kemanfaatan, keindahan, dan kesempurnaan)
Atas doa Kyai Hamid itulah, Kyai Bashori benar-benar membuktikan betapa mustajabnya doa seorang waliyullah seperti Kyai Hamid, karena kedekatannya kepada Allah.
“Alhamdulillah, saya dipanggil Syekh oleh Kyai Hamid ternyata adalah doa. Sehingga saya sekarang punya santri banyak berkat doa dari Kyai Hamid” ujar Kyai Bashori.Kyai Bashori juga membuktikan doa yang diucapkan Kyai Hamid terbukti semua. Dengan menerangkan maksud doa Kyai Hamid tadi, Kyai Bashori pun menuturkan:
“Bil wus’I (semoga diberi kelapangan), ternyata dari dari 300 M2 tanah yang saya miliki sekarang bisa berkembang menjadi berhektar-hektar. Bagaimana tidak, wong sekarang sudah sampai 6 lantai. Kalau dihitung kan banyak luasnya”
“Bi an-naf’I (semoga diberi kemanfaatan), ternyata alhamdulillah, semua ilmu yg saya punya bisa manfaat ke semua santri saya. Bahkan banyak diantara mereka telah menjadi Kyai, ustadz, guru dan tokoh-tokoh masyarakta”.
“Bi al-jamal (semoga mendapat keindahan), ternyata keindahan manusia itu dilihat dari ilmunya. Dan saya benar-benar membuktikannya sekarang dengan bisa mengajar kemana-mana, dan masih dibutuhkan orang-orang untuk mengajar. Termasuk pondok saya juga bisa berdiri megah dan indah di tepi jalan Singosari Malang”
“wa al-kamal (semoga mendapat kesempurnaan), dan semua yang saya rasakan sekarang inilah kesempurnaan nikmat yang diberikan Allah kepada saya, berkat doa Kyai Hamid” tutur Kyai Bashori menutup cerita.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar